DANAU TASIKARDI : SAYANG JIKA TIDAK SEGERA DIBENAHI

Kamis, 21 Oktober 2010




Banten, kayak akan tempat pariwisata yang tersebar di setiap Kabupatennya. Salah satu tempat wisata milik Banten yang kali ini akan di ulas adalah danau Tasikardi yang berlokasi di Desa Margasana, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, Indonesia.
Danau ini sangat eksotik. Memiliki daya tarik yang sangat potensial menjadi wisata kebanggan Banten. Karena selain memiliki nilai sejarah tentang kesultanan, di tengah danau ini ada semacam pulau kecil di tengah-tengah danau. Namun sayang, kondisi saat ini Tasikardi kurang terawat. Padahal, jika dirapikan kembali, danau Tasikardi akan menjadi lebih ramai oleh pengunjung yang memilih tempat liburan ke Tasikardi.
Terlepas dari itu semua, untuk melestarikan tempat wisata milik Banten adalah sudah tanggungjawab semua pihak. Baik pemerintah, maupun masyarakat. Mungkin Anda masih asing mendengar nama Tasikardi. Apalagi Anda yang berdomisili di luar Serang. Untuk itu, sebelum menjelaskan bagaimana keasyikan tempat wisata ini, Radar Banten akan menguraikan terlebih dahulu filosofi dan keunikan-keunikan di danau ini.
Tasikardi, berasal dari bahasa sunda yang berarti danau buatan. Menurut sejarah, danau ini dibuat pada saat masa pemerintahan Maulana Yusuf, sultan kedua masa kesultanan Banten pada 1570-1580 M. Danau yang memiliki luas 5 hektar ini dulunya merupakan tempat peristirahatan sultan-sultan Banten bersama keluarganya. Danau yang juga dikenal sebagai Situ Kardi ini memiliki fungsi ganda. Yakni sebagai penampung air dari sungai Cibanten, juga digunakan untuk mengairi areal pesawahan.
Danau Tasikardi kini menjadi bagian dari situs di kawasan Banten Lama. Jadi selain Anda bisa mengunjungi danau Tasikardi, Anda bisa sekalian berziarah ke masjid Banten Lama dan melihat-lihat peninggalan leluhur kita.
Berkunjung ke danau Tasikardi, Anda akan dimanjakan dengan hempasan angin yang sangat sejuk. Jika konon, Serang terkenal dengan polusi dan iklim cuaca yang panas, di Tasikardi Anda tidak akan merasakan hal tersebut. Mata pengunjung akan dimanjakan dengan keelokan-keelokan alam yang terhampar di sekitar danau. Hijau. Karena selain di lokasi danau dikelilingi dengan pohon-pohon, di luar area danau terhampar luas sawah yang menghijau. Suasana seperti ini cocok bagi Anda yang sehari-harinya disibukan oleh berbagai aktivitas.
Sayangnya, danau ini kurang memiliki fasilitas yang bisa membuat pengunjung merasa lebih nyaman di tempat ini. Sebenarnya sudah ada, seperti patung-patung boneka, kursi-kursi di pingir danau, kamar mandi, gazebo, namun kondisinya sudah tidak terawatt. Meski demikian, masih ada saja yang berkunjung ke danau ini, karena memang memiliki kesan tersendiri bagi pengunjung. Terlebih tiket masuk sangat terjangkau, yaitu hanya Rp. 5000.


RUTE MENUJU TASIKARDI
Untuk menuju danau Tasikardi, bisa ditempuh dengan menggunakan angkutan kota. Dari terminal Pakupatan Serang Anda menaiki angkot menuju Kepandean. Diteruskan dengan naik angkot jurusan Cilegon. Turun di Kramatwatu. Danau bersejarah itu berada di sekitar 6 kilometer sebelah barat Kota Serang.
Selengkapnya...

Mengenal Wisata Religi Cikaduen

Selintas Tentang Syekh Maulana Mansyuruddin
Syekh Maulana Mansyuruddin memiliki banyak nama sebutan. Diantaranya Sultan Abu Nasri, Sultan Abdul Kohar, Abdul Shaleh, dan Sultan Haji. Sultan Syekh Mansyur adalah putera Sultan Agung Abdul Fatah Tirtayasa. Pada tahun 1651 M, Sultan Agung Abdul Fatah Tirtayasa berhenti sebagai kesultanan atau raja Banten ke enam. Lalu digantikan kepada Syekh Maulana Mansyuruddin sebagai sultan ke tujuh.
Semasa kesultanannya, Syekh Maulana Mansyuruddin telah mengunjungi beberapa Negara. Setelah dua tahun menjabat, Syekh Maulana Mansyuruddin berangkat ke Iraq untuk mendirikan tanah Banten di Bagdad, sehingga untuk sementara kesultanannya diserahkan kepada puteranya Adipati Ishaq atau Sultan Abdul Fadhli. Sebelum keberangkatannya ke Iraq, ayahnya memberikan wasiat agar ia tidak singgah kemana-mana sebelum pergi ke Iraq, terkecuali jika ke Mekkah. Namun ternyata setibanya Di Bagdad, Syekh Maulana Mansyur uddin tidak bisa mendirikan tanah Banten. Di dalam perjalanan pulang, Syekh lupa akan titah ayahnya, sehingga ia mampir ke pulau Menjeli di kawasan China. Ia pun menetap di sana selama dua tahun dan menikahi Ratu Jin yang kemudian dianugerahi satu orang putera.
Selama ia berada di China, Sultan Adipati Ishaq di Banten terbujuk oleh Belanda sehingga ia resmi menjadi Sultan Banten. Tetapi Sultan Agung Abdul Fatah tidak menyetujui karena Sultan Maulana Mansyuruddin masih hidup dan harus menunggu kepulangannya dari Bagdad, karena adanya perbedaan pendapat tersebut akhirnya menyebabkan keributan.
Suatu saat, ada seseorang yang baru turun dari kapal mengaku sebagai Sultan Syekh Maulana Mansyuruddin dengan membawa oleh-oleh dari Mekkah. Orang-orang yang ada di sekitar kesultanan Banten pun mempercayinya, termasuk Sultan Adipati Ishaq. Ternyata, orang yang mengaku-ngaku Sultan Maulana Mansyruruddin adalah pendeta keturunan dari Raja Jin yang menguasai pulau Manjeli di China. Selama menjadi Sultan palsu dan menyebabkan kekacauan, akhirnya rakyat membenci Sultan dan keluarganya. Termasuk kepada ayahnya Sultan Agung Andul Fatah. Untuk menghentikan kekacauan tersebut Sultan Agung Abdul Fatah dibantu oleh Auliya Allah yang bernama Pangeran Bu’ang yang merupakan keturunan dari Sultan Maulana Yusuf (Sultan Banten ke dua). Akhirnya kekacauan dapat dihentikan setelah adanya peperangan antara Sultan Agung Abdul Fatah melawan Syekh Maulana Mansyuruddin palsu. Sultan Agung Abdul Fatah dan Pangeran Bu’ang kalah sehingga dibuang ke daerah Tirtayasa. Maka dari itu, rakyat menyebutnya dengan nama Sultan Agung Tirtayasa.
Peristiwa tersebut terdengar oleh Sultan Maulana Mansyuruddin di pulau Menjeli. Akhirnya ia baru sadar dan teringat akan wasiat ayahnya. Segeralah ia memutuskan untuk pulang ke Banten. Namun sebelum pulang ke Banten, ia pergi ke Mekkah untuk memohon ampunan kepada Allah SWT karena merasa telah melanggar wasiat ayahnya. Setelah itu, ia memohon diberi petunjuk kepada Allah agar ia dapat kembali ke Banten. Dengan izin Allah SWT, Syekh Maulana Mansyuruddin menyelam di sumur zam-zam yang kemudian muncul di daerah Cimanuk Pandeglang yang sedang mengalami masalah besar karena ada lubang air yang tidak henti-henti mengeluarkan air. Lalu ia menutupnya lubang itu dengan alquran (pernah di bahas sebelumnya tentang sejarah Batu Quran). Setelah membereskan kejadian tersebut, ia memohon ampun kepada Ayahandanya, dan akhirnya ia kembali menjabat sebagai sultan.
Singkat cerita, setelah ia menyiarkan agama Islam ke berbagai daerah, ia kembali ke Cikadueun. Dan meninggal dunia pada tahun 1672 M kemudian dimakamkan di Cikadueun Pandeglang Banten. Sampai sekarang, tempat pemakaman Syekh Maulana Mansyuruddin sering dikunjungi atau diziarahi oleh masyarakat dari berbagai daerha dan dikeramatkan.
Penziarah Datang dari Berbagai Daerah
Mula-mula, tempat keramat ini tidak begitu ramai seperti sekarang. Menurut Saepulloh, juru pelihara tempat wisata ziarah Cikadueun tersebut mengatakan sebelumnya hanya kerabat-kerabat atau keturunan Syekh saja yang datang untuk ziarah. “Dulu hanya orang-orang terdekat saja, tapi sekarang sudah menjadi tempat ziarah umum, bahkan dari daerah jauh pun datang beramai-ramai untuk ziarah kesini,” kata bapak kelahiran Pandeglang, 18 Januari 1969 ini.
Setiap hari, tempat ini selalu didatangi oleh pengunjung dari berbagai daerah. Seperti dari Jawa, Sukabumi, Medan, Bogor, dan lain sebagainya. Menurut Saepulloh, selama dua puluh empat jam ia berjaga-jaga di tempat itu karena pengunjung selalu berdatangan. Terutama pada bulan-bulan tertentu. Seperti saat bulan Maulid, bulan Sya’ban, dan bulan Syawal.
Selain untuk beribadah, pengunjung biasanya membawa air dari tempat ziarah tersebut. Di tempat wisata ziarah Cikadueun memang ada air yang tidak pernah habis. Air tersebut ada dalam Gentong Pusaka yang konon mengandung barokah.
“Air tersebut adalah wasiat dari Syekh Maulana Mansyuruddin, barokahnya yang tergantung pada kepentingan masing-masing,” ujar bapak tiga orang anak ini.
Setelah menjadi kawasan wisata ziarah, tempat ini menjadi sumber mencari rezeki bagi penduduk sekitar dengan berjualan. Sepanjang jalan menuju tempat ziarah, kita disambut dengan suguhan jajanan khas Banten seperti Emping, Keceprek, dan ada pula yang berjualan wewangian dan peci.
“Alhamdulillah, tempat wisata ziarah ini juga berimbas baik kepada penduduk Cikadueun, seperti berjualan, ojek juga jadi tidak sepi penumpang, dan lainnya,” lanjut pria yang telah berpuluhan tahun menjadi juru pelihara.


Selengkapnya...

Batu Ajaib Berkeramat

Pandeglang, yang konon Balinya Banten ini memang layak mendapat julukan itu.Karena Pandeglang memiliki banyak tempat wisata yang eksotik dan menarik. Selain memiliki banyak pantai, Pandeglang juga punya banyak wisata religi. Diantaranya lokasi wisata Batu Qur'an.
Batu Qur’an terletak di kampung Cibulakan Kecamatan Kadu Bumbang Desa Cimanuk Kabupaten Pandeglang. Tempat ini juga berdekatan dengan objek wisata pemandian Cikoromoy. Konon katanya, masyarakat setempat menyebut tempat ini sebagai tempat kramat.
Jika Anda berkunjung ke tempat ini, kesan pertama memang suasananya bisa membuat bulu kuduk kita merinding. Betapa tidak? Di pintu masuk kita disambut dengan pohon beringin yang besar nan rindang. Tapi, tidak perlu takut. Meski terkesan mengerikan, tapi tempat ini punya kisah yang menarik. Lalu, sebenarnya Batu Qur'an itu apa? Apakah ada batu berbentuk Al-Qur’an?
Menurut sejarah, bermula pada tahun 1651 Masehi ada seorang Aullya Allah yang bernama Syekh Maulana Mansyuruddin singgah ke Cibulakan setelah sepulang dari Kota Mekah. Sepulang dari kota suci itu, syekh yang merupakan putera dari Sultan Ageng Tirtayasa ini menerobos ke tanah yang kemudian muncul di daerah Sumur Tujuh, Gunung Karang. Setelah itu beliau melanjutkan ke Sumur Domas dan terakhir ke Cibulakan. Beliau menerobos setiap daerah dengan membawa air Zamzam yang diperolehnya dari Mekah. Namun ketika beliau berada di Cibulakan, beliau mendapati peristiwa yang meresahkan masyarakat setempat. Karena tempat terakhir beliau muncul, lubang tanahnya mengeluarkan air yang tiada henti. Beberapa usaha telah dilakukan oleh masyarakat setempat. Namun usahanya hanya sia-sia belaka. Kemudian Syekh asal Banten melakukan shalat hajat dua raka’at. Karena beliau sangat khawatir apabila lubang yang mengeluarkan air besar itu akan membanjiri bahkan akan menenggelamkan daratan apabila tidak segera ditangani.
Akhirnya, setelah beliau melaksanakan shalat dua raka’at, beliau mendapat petunjuk dari Sang Khalik untuk menutup lubang air tersebut dengan Al-Qur’an yang beliau bawa dari Mekah. Syekh itu pun melaksanaan petunjuk tersebut. Hasilnya, ternyata setelah ia menutup lubang sumber air dengan Al-Qur’an, lubang tersebut tidak lagi mengeluarkan air. Tetapi lubang yang ditutupi Al-Qur’an berubah menjadi batu. Maka dari itu, masyarakat setempat menyebutnya peristiwa tersebut sebagai Batu Qur’an yang kemudian tempatnya pun dinamakan Batu Qur’an. Selain itu, menurut masyarakat setempat batu itu dinamakan sebagai batu Qur’an karena ada tulisan Al-Qur’an pada batu itu. Namun menurut juru kunci tempat itu, Didi Syabarudin hal itu hanya keyakinan orang-orang tertentu saja yang mendapat Kawenahan atau mutiara dari Allah untuk dapat melihat tulisan Al-Qur’an.
BISA MENGOBATI PENYAKIT
Menarik memang sejarah tentang munculnya sejarah Batu Qur’an ini. Menurut Didi Syabarudin setiap pengunjung yang mampu mengelilingi batu qur’an itu sebanyak tujuh keliling, maka akan dapat mewujudkan apa yang diinginkannya. Namun dari sekian banyak pengunjung yang mencoba untuk mengelilingi batu tersebut, tidak ada seorangpun yang mampu mengelilingi batu itu sebanyak tujuh putaran. Paling kuat pengunjung hanya mampu mengelilingi batu sebanyak dua putaran saja. Selain itu, setiap pengunjung bisa membawa pulang air keramat yang konon kabarnya berhasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Selengkapnya...